Welcome!

I am John Doe Web Designer Photography

View Work Hire Me!

About Me

Web Design
Branding
Development
Who am i

John Doe.

Professional Web Designer

Nulla metus metus ullamcorper vel tincidunt sed euismod nibh Quisque volutpat condimentum velit class aptent taciti sociosqu ad litora.

Nulla metus metus ullamcorper vel tincidunt sed euismod nibh Quisque volutpat condimentum velit class aptent taciti sociosqu ad litora torquent metus metus ullamcorper vel tincidunt sed class aptent taciti sociosqu ad litora .

Services

Web Design

Nulla metus metus ullamcorper vel tincidunt sed euismod nibh Quisque volutpat

Development

Nulla metus metus ullamcorper vel tincidunt sed euismod nibh Quisque volutpat

Branding

Nulla metus metus ullamcorper vel tincidunt sed euismod nibh Quisque volutpat

Marketing

Nulla metus metus ullamcorper vel tincidunt sed euismod nibh Quisque volutpat

Our Blog

Rabu, 30 Juni 2021

Cerpen Marewai.com Tukang Pijat Bukan Dokter-Intan Hafidah NH

 Tukang Pijat Bukan Dokter

Oleh: Intan Hafidah NH


Suara bising kereta sesekali mengusir kesunyian di salah satu malam yang paling panjang itu. Angin menjalar ke sekujur badan yang gigil, sebab pakaian yang ia kenakan telah tidak utuh lagi. Celana panjang hanya tinggal sepertiga, akhirnya menjadi celana setengah panjang dan setengah pendek, dengan guntingan kasar tak beraturan di bagian kanan, serta baju yang kancingnya telah lepas sebagian. Badan tak berdaya untuk membetulkan posisi tidur yang nyaman, sesekali ia memintaku untuk mengangkatnya dan membenarkan posisi tidur, terutama letak bantal kepalanya. 

Hujan, entah kapan redanya semenjak sore, tidak ada tanda akan berhenti. Hujan di matanya juga demikian. Tidak ada kalimat sepatah kata pun yang terucap dari bibirnya, hanya ada raut wajah pucat, karena menahan rasa sakit, yang mungkin semakin lama semakin terasa di ujung-ujung syarafnya. Aku hanya berusaha untuk lebih tegar darinya agar dia memiliki pikiran yang positif, kalau dia tidak apa-apa. Malam yang panjang akan berlalu, dan besok semua akan baik-baik saja.

Suaranya nyaris hilang saat memanggilku. Mendengarnya mata seakan tidak mau bekompromi, aku merasa beberapa tetes air mata jatuh ke pipi, langsung kuhapus sebelum ia melihatnya. "Bapak, sa, sa, ki..." Aku hanya bisa membetulkan selimut yang kuberikan untuknya. Tahu apa aku soal kesehatan, buruh sopir yang setiap hari bertemu dengan setir, rem, dan gas saja. Dia adalah anakku, aku sering memanggilnya, Nunu. Tadi sore selepas aku ingin berangkat membawa muatan ke Jakarta, Nunu menelepon. Suara tak jelas dan terdengar ia sedang berada dalam kerumunan. Hujan dan petir kian bergemuruh, menambah riuh suara anakku tak terdengar.

Setelah komunikasi via suara gagal. Nunu kemudian mengirimkan pesan melalui WA. Ia hanya menuliskan kalau baru saja ditabrak orang dan memintaku segera datang membawanya ke rumah sakit, karena ia merasakan tangannya sakit tidak dapat digerakan. Aku sangat panik mendengar kabar itu. Serta merta kubatalkan jadwal berangkat kerja dan langsung menuju ke lokasi kejadian Nunu kecelakaan. 

Setelah sampai di lokasi kejadian. Aku tidak melihat siapa pun ada di sana. Hanya beberapa petir yang lewat di perempatan tempat anakku tertabrak. Pikiranku semakin kacau, setelah Nunu menelepon. Namun bukan suara dia yang kudengar, melainkan pelaku yang menabraknya. Ia seorang bapak-bapak paruh baya, tujuan dia menelepon untuk bertanya anakku akan dibawa ke mana. Kemudian tidak jauh dari lokasi kejadian ada rumah mertuaku. Memang Nunu berniat ingin bermalam di sana beberapa hari selama PKL (Praktek Kerja Lapang). Aku menyuruh mereka mengantarkan anakku ke rumah kakek dan neneknya. Pelaku sangat takut denganku, terlihat dari suaranya yang gagap dan gemetar. Perjalanan ke sana sekitar satu jam, setelah sampai di sana, kulihat Nunu menangis kebingungan sambil melihatku penuh harap. Ia melihatku seperti pahlawan yang akan mengembalikan semuanya seperti semula.  

Aku redam seluruh emosiku pada pelaku, seluruh warga dan kerabat dekat mertuaku ramai di sana untuk melihat atau sekedar ingin tau kabar anakku. Dia juga berusaha menenangkan dan meyakinkanku bahwa dia akan tanggung jawab atas semua yang terjadi pada anakku. Ia mengaku salah dan menceritakan kejadian versi dia, dia merasa bukan hanya dia yang salah, namun anakku juga bersalah. Kecelakaan itu telah membuat anakku luka-luka dan dia yang menabrak baik-baik saja, tidak ada luka sedikit pun.

***

Perkenalkan, saya Baba. Tadi saya ingin pulang ke rumah, karena suasana mendung jadi saya menambah kecepatan kendaraan motor saya, agar tidak kehujanan di jalan. Saya memang tidak melihat kanan kiri saat menyebrang di perempatan jalan Trauma itu. Tiba-tiba dari arah kanan anak bapak, menyebrang. Dan saya kira akan tidak akan menabraknya, namun saya tidak sempat mengerem motor saya, dan menabrak motor anak bapak. Helm saya terpental jauh dari saya, dan anak bapak beserta motornya keseret jatuh dari tengah jalan ke pinggir jalan depan tiang listrik. Posisi anak bapak jatuh tertimpa motornya dan motor saya, untunglah anak bapak tidak menabrak tiang listrik atau jatuh ke tiang listrik. Saya langsung menolong anak bapak yang sudah setengah sadar, kemudian menenangkannya di warung pinggir jalan. Kaki kanannya sepertinya luka, dan tangan kirinya sakit. Semenjak saya menolongnya, ia menjerit jika seseorang menyentuh tangan kirinya.

***

Ceritanya begitu lurus, seakan-akan dia tidak mau disalahkan. Beberapa warga memberi kesaksian bahwa si  Baba memang sering memendarai motor kebut-kebutan di jalanan. Baba, mertuaku, serta kerabat menyarankanku untuk memanggil seorang tukang pijat yang dipercaya dapat mengobati luka-luka kecelakaan, seperti: kesleo, tulang disposisi, tulang retak,  dan tulang patah. Karena aku sudah bingung juga harus bagaimana, akhirnya aku dengarkan dan setujui saran mereka untuk memijatkan Nunu ke tukang pijat kepercayaan warga desa itu.

Tidak perlu waktu lama, tukang pijat desa yang kukenali bernama Wawa itu ternyata datang, langsung membasuh dan mengurus luka-luka Nunu. Kaki kanan Nunu ternyata terdapat luka bakar, karena kenalpot motor penabrak yang memang menjatuhi anakku. Terpaksa celana yang Nunu kenakan harus digunting memang sudah sobek sejak jatuh. Pundak tangan  kiri Nunu pun dipijat. Menurutnya, luka Nunu hanya luka ringan. Ada dua posisi tulang yang geser, katanya. Aku tidak tega melihat Nunu kesakitan saat dipijat, air matanya terus mengalir, tangan kanannya kuat menggengam tanganku, dan rintihannya ingin keluar disuarakan namun ia tidak dapat teriak karena syaraf pundak yang dekat leher jika bergerak akan sakit. Hasil dugaan dari tukang pijat itulah yang meyakinkan anakku bahwa ia tidak apa-apa. Pelaku begitu senang dan bersyukur atas itu, bahkan dia pun ikut meminta dipijat meski tidak apa-apa. 

Setelah itu, Nunu semakin kesakitan. Ia hanya mengatakan bahwa jika dibawa untuk berjalan rasanya ada dua tulang yang bergerak-gerak, menusuk-nusuk dagingnya. Padahal pundaknya sudah dipijat dan diperban yang kata tukang pijatnya sudah dibetulkan ke posisi semula tulang yang geser tadi (disposisi). Kini ia hanya menahan sakit, dan berharap pagi segera datang. Posisi tidur adalah poisinya yang paling sulit. Karena saat tidur tulang pundaknya yang sakit akan tertekan dan lebih terasa menusuk dagingnya jika posisi bantal tidurnya tidak tepat.

Bunyi kereta lewat masih terdengar hingga pukul 03:00 pagi, memang desa mertuaku ini dekat gunung Slamet. Ada perlintasan kereta di kaki Gunung Slamet yang suaranya terdengar nyaring saat malam hari terutama klaksonnya. Selain bunyi kereta juga udara dingin semakin masuk ke rumah tua mertuaku. Udara pegunungan itu kian membuat nyeri dan linu sekujur tubuh Nunu. Malam yang begitu panjang kami lewati berdua menghitung detik jam dan menunggu pagi. 

Hujan mulai reda setelah mentari bertandang, hari kedua aku menemani anakku yang kesakitan. Nunu hanya ingin dibawa ke rumah sakit untuk dironsen. Dia hanya butuh kejelasan kalau tulang yang ia rasakan bergerak-gerak dan semakin menusuk-nusuk daging itu hanya disposisi seperti yang dikatakan tukang pijat, kepercayaan warga kampung. Nunu mulai berani mengatakan beberapa kata, ia hanya menyampaikan kegelisahan atas rasa sakit yang ia rasakan. 

Pelaku, si Baba pun datang ke rumah mertuaku membawa perangkat desa. Katanya ingin menjelaskan mengenai pertanggung jawabannya atas anakku. Singkat cerita dia hanya ingin bertanggung jawab untuk biaya pijat senilai 50 ribu. Jika anakku ingin ronsen itu ditanggung aku sendiri. Atau jika anakku ingin dirawat di rumah sakit dia tidak ingin tanggung jawab biaya. Aku begitu marah dengan keputusannya, dia sepertinya memang ingin lari dari tanggung jawab. Sampai-sampai dia membawa perangkat desa, untuk apa? Takut aku membunuhnya? Dengan sikap pengecutnya sebagai seorang pelaku. Tetapi aku masih sabar dan memberikan persetujuanku kalau dia harus membayar 50% dari seluruh biaya rumah sakit nanti. Bahkan saking takutnya anakku dibawa ke rumah sakit, dia menyarankan anakku dibawa ke pengobatan alternatif. 

Keraguan dalam hatiku mulai tumbuh subur. Biaya rumah sakit memang begitu menakutkan. Belum lagi akan kepercayaan bahwa jika di rumah sakit, sakit apapun akan diperumit dan dioprasi agar pihak rumah sakit mendapat bayaran belasan bahkan puluhan juta. Orang-orang desa sebagian besar percaya lebih baik ke alternatif dengan biaya murah tanpa oprasi. Namun setelah aku dan Nunu berdiskusi, dia hanya ingin dironsen. Bahkan dia bilang uangnya masih ada di rekening, cukup untuk biaya ronsen. Istriku pun telah datang ke rumah mertuaku, dia pun memiliki pemikiran yang sama denganku, soal menakutkannya rumah sakit.

Akhirnya dengan kesepakatan bersama dan keinginan kekeh Nunu, kami membawanya ke rumah sakit terdekat.  Kali pertama Nunu di bawa ambulance desa, aku merasakan perasaan Nunu yang begitu was-was. Selama 21 tahun ini, dia tidak pernah di rawat di rumah sakit. Setelah sampai di rumah sakit, kami langsung membawa Nunu ke Unit Gawat Darurat. Dokter langsung memeriksa Nunu, dan hasil ronsennya pun langsung bisa terlihat. 

Dokter memarahiku karena bertindak gegabah memijat luka pundak Nunu. Dia juga berkata, "Saya tidak dapat membayangkan lagi, bagaimana rasanya menjadi anak bapak, yang tulangnya patah kemudian dipijat urut. Itu sangat nyilu dan sakit pastinya." setelah Nunu mendengar penjelasan dokter, perlahan dia menangis tanpa suara. Dokter melanjutkan penjelasannya, "tulang clavicula kiri Nunu patah menjadi dua, kedua patahan tulang tersebut begitu runcing. Itu sebabnya Nunu merasakan tusukan-tusukan di dagingnya jika bergerak. Kondisi seperti ini jika tidak langsung dioprasi akan bahaya. Patahan tulang yang runcing dapat menusuk paru-paru. Jalan satu-satunya yaitu oprasi pemasangan pen untuk menyambung tulang yang patah agar sesuai posisinya." Nunu semakin menangis dan dia langsung berusaha ke luar IGD. Dokter meminta kami sekeluarga berdiskusi untuk tindakan selanjutnya. Nunu sangat terpukul akan hasil yang telah dijelaskan dokter. Dia terus menangis ditemani mamahnya. Satu kalimat yang aku dengar darinya, " Nunu tidak percaya lagi dengan tukang pijat atau pengobatan alternatif. Nunu kapok." 

Istriku pun ikut menangis tidak tahan dengan situasi yang ia hadapi. Baba hanya terus membujuk kami untuk membawa Nunu ke pengobatan alternatif. Dia bercerita dia tidak akan sanggup untuk membantu biaya oprasi yang diperkirakan sampai belasan juta. Aku dan istriku pun berusaha membujuk Nunu untuk mau mencoba pengobatan alternatif agar dia tidak perlu dioprasi. Aku mengatakan padanya jika dioprasi, dia akan merasakan oprasi itu dua kali, dan kami orang tuanya tidak memiliki biaya untuk semuanya. Nunu semakin kekeh dengan keyakinannya kalau dia tidak lagi percaya akan pengobatan alternatif atau tukang pijat manapun untuk urusan patah tulangnya. Dia ingin berusaha mencari jaminan kesehatan dari kampus, katanya. Aku pun tidak tau lagi harus bagaimana. Untunglah bosku menyarankan agar anakku dibawa saja ke rumah sakit. Bosku memberikan pencerahan bahwa ia akan membantu proses pembiayaan oprasi anakku. Menurutnya Nunu bisa memperoleh uang jaminan kesehatan dari perusahaan Jasaraharja karena penyebabnya kecelakaan di jalan raya. Namun masalahnya uang Jasaraharja hanya dapat dicairkan jika setelah kecelakaan langsung ditanggani. Sedangkan anakku sudah dua hari ini belum mendapat penanganan.


Banyumas, 12 Februari 2021

Puisi Sitnalta Dimuat Oleh cerano.id

 Sitnalta


jauh di dasar prasangka

arus kian cepat memburu jawaban 

sebagai gelombang paling menenangkan

di bawah selimut biru, 

raga menyembunyikan gigil rahasia

siapa tahu seluruh lekuk, pasir serta terumbu karang 

sampai dalamnya dasar palungmu?

ia hanya mengitari bumi dengan ujung jari

misteri-misteri memunculkan berbagai teori


Sitnalta

bukti kebesaran sebuah cerita

menembus batas-batas logika manusia

kehidupan bersulang di dalam pesta kematian

amuk sang dewi tak dapat diredam lagi


Sitnalta

betapa indah dan mansyurnya negerimu

kekasihku memuji-muji namamu 

Sitnalta, Sitnalta, Sitnalta

apakah puncak kemakmuran 

adalah kiamat yang sudah dekat?

di rahim ibu, kau bersemayam 

mengasuh kisah menjadi sejarah


Banyumas,  12 April 2021



Empat Sonian Untukku


;Umur

Tubuhmu yang malam

menyimpan maut

rapatrapat

mengucap

bibir waktu

selamatselamat


;Ular

Lidahmu bercabang

lihai menggoda

kupercaya

o racun


;Kucing

Matamu melirik

bak mercusuar

menerangi

mataku


;Ayam

Sebelum kaubangun

masih adakah

riuh doa

untukku


Banyumas, 28 April 2021



Mawar Tanpa Duri 


Pagi ini 

Kekasihku memberikan kabar haru

Katanya,  biji mawar yang ditanam 

Setahun yang lalu telah berbunga

Tetapi durinya hampir tak ada? 

Mengapa? Aku selalu bertanya


Sebab langit 

masih menjadi teka teki rumit

para peramal bintang dan cuaca

Bunga yang setiap bulan ia petik untukku

Dan duri yang setiap saat ia petik

Untuk latihan rasa sakit katanya


Aku hanya tau mawar 

Yang kupanjangkan umur 

di dalam segelas air

Dan merengek meminta lagi

Setelah mawar telah tiada di meja 

untuk menyuguh puisi percintaan


Banyumas, 7 Mei 2021



Musim Puisi


Ada yang ikut bertamu

pada sepasang mata penyair

di dalam riuh isi kepala

Dua tanda baca 

memainkan logika

pertama tanda seru,  aduh!

sisanya tanda tanya,  kenapa? 

ketika kata menemukan kata lain

manusia menemukan manusia lain

dan frasa mencipta makna; cerita baru

dan perkenalan membikin hubungan baru

ia senyum-senyum sendiri 

ada yang ikut bertemu

pada sepasang hati

di musim puisi


Banyumas,  24 Mei 2021



Sebelum Masuk ke Pintu Itu


setiap nama diberi nomor

setiap nomor diberi batas tunggu

hitungan waktu begitu lugu

mengantarkannya ke depan pintu


tidak ada penjagaan di sana

dapat masuk, tak dapat dijenguk

sendiri, mati sekujur urat nyali

lalu disuguhi beberapa mili anestesi

sayap-sayap dari punggungnya membentang

terbang sampai ke dalam tidur yang sistematik


setelah terbangun

jam dinding tertawa, 

menandai waktu dengan sengaja

menandai tubuh yang terluka

pulih kembali seperti sediakala


di depan pintu itu

lampu-lampu mata gelisah redup

angin kesabaran tertiup dari hati

atas syukur yang kian luntur

oleh aduh yang terbagi-bagi


Banyumas, 20 Februari 2021



Mbak Lastri


(1)

obor-obor telah dinyalakan

memecah kegelapan menjadi beberapa titik terang

aku berjalan berdampingan bersamanya

menyusuri jalan, menghitung jarak dengan jejak

selingkar jam mencekek lengan tanganku

merambat kisah yang tak lagi didongengkan

sebab terkalahkannya kisah ibunda

dengan story sekelebat di sosial media


telah diriwayatkan suatu muasal

tiga wajah berseri-seri 

bersama bangun tidurnya matahari

dari tangannya lahir anak-anak sejarah

seorang perempuan yang sering dikenal

;Mbak Lastri


(2)

Mbak Lastri,  terisolasi

telah delapan bulan mengunci diri 

takut dibuli dan ditanyai

siapa yang menanam benih

pada tubuh yang telah sendiri

ditinggal pergi suami 


Mbak Lastri,  menguatkan hati

berjalan menyusuri gang-gang pasar pagi

tidak ada keramaian seriuh minggu legi

pedagang dan pembeli hilang selera negosiasi

sebab terlalu mudah untuk berkata murah

murah-murahan


(3)

Mak Lastri,  membebaskan diri

melepaskan segala tali ikatan 

melarung ariari di kolong jembatan

mengalir tangis di sungai darah

sukma terbang menyusuri cakrawala

melambai tangan mungil nan suci 

menembus lembutnya awan gemawan

bermain bersama kapal terbang 

turun berlomba lari dengan kereta 

menjumpai ibunya berbaring di lintasan besi

hilang wujud, remuk, hancur 

yang abadi hanya kisahnya.


(4)

kepada tanah yang dikalungi besi

rubuh tubuh ibu meluruh seluruh

tenggelam dibanjiri kiriman duka


salah siapa?  

aku hanya manusia yang tak lagi manusia

dibesarkan dengan darah

disucikan dengan darah

dimatikan penuh darah


(5)

Mbak Lastri, adalah anak tiri

dibuang oleh ibu pertiwi

diabadikan di belakang layar tivi

sebagai suguhan berita pagi

menemani sepi kian menepi


Banyumas,  19 Januari 2021



Kota


kota adalah rumah sakit yang kesepian

tempat berpulang orang-orang ngengaduh

mencari pengobatan akan jiwa gila harta

di sekat-sekat ruang yang begitu asing

gelandangan erat dipeluk harapan cita-cita


kota adalah badan bumi yang sekarat

dikutuk manusia menjadi batu

tanah-tanah mengeras dihujani air mata

terkikis bencana setiap pergantian kalendernya


darah-darah muncrat dari jantungnya

paru-paru terengah-enggah menahan sesak

bau busuk tumpukan mayat

tersamar aroma wangi lembaran ratusan

di perut kota rahimnya juga keguguran

benih diaborsi begitu dini

rantai kehidupan pun kian mini


hukum rimba juga berlaku di mana-mana

meski tiada rimba yang tersisa, hewan-hewan

merasuk ke dalam sukma manusia 

meminta amis darah mangsa

disumpah serapahi berbagai perkara


siapa yang berkuasa, hidupnya gembira

orang sengsara, siap di meja konspirasi negara

dijatuhi kutukan-kutukan tanah kota

menjanjikan kasih sayang ibu nusantara

yang katanya "mengubah nasib orang desa"


Banyumas, 26 Februari 2021



Masakan Mama


beberapa helai daun pandan

dan tetes garam air mata

ia tanak bersama santan

mengaduk-aduk rasa kehidupan


beras di pithi dari sisa gaji suami 

hanya cukup untuk sehari

agar esok lambung dapat terisi

aroma pandan menjalar ke seluruh rumah

bermekaran kuncup-kuncup syukur

di antara tagihan hutang kian mendengkur


jauh dari hiruk-piruk keramaian kota

di sudut desa kaki gunung Selamet

embun menyapa perapian sekelebat lalu

ada yang membakar tubuh untuk tubuh lain

membiarkan gemetar tubuhnya 

bergerak  mengarak usia yang lekas purna


tungku masih hangat-hangatnya

dilarutkannya seluruh cerita

meski harus membuka luka irisan duka

namun senyum bahagia terlukis indah

di wajah seorang wanita yang mengangon cinta

 

sayang, pengorbanan menempati siklus tertinggi

di mana Tuhan dapat dengan santai

membuka dan menutup pintu pikiran

bersama angan-angan 

tersaji di jamuan kesendirian


Banyumas, 26 Maret 2021



Bunga Kapas


bunga kapas terbang bebas

selayaknya kupu-kupu dengan sayap baru

melekat di setiap urat waktu

dan daun kering memecah 

di masa ke tiga


terngiang kecambah selesai menggapai langit

melampaui sang bunga terbang lepas

Menemani angin buritan 

menyampaikan kabar duka


kapas-kapas mati di dalam bantal tidurku

menyusuri jalan-jalan malam 

meminta hujan dari mataku



Banyumas,  1 Maret 2021



GENERASI SANTUY BIKIN PERUBAHAN


SANTUY: merupakan bahasa milenial dan merupakan plesetan dari kata santai atau dalam bahasa sunda santai euy. Memiliki arti keadaan di mana seseorang tetap bahagia dan menikmati hidup walau dalam situasi sulit. 

Generasi santuy dan mageran, suka menunda-nunda kerjaan, kalau ada besok kenapa harus sekarang (deadliner).  Suka gagal fokus, mudah tergoda dengan yang lain.  Misal: main sosmed,  main game, ketiduran, dll.

Bisakah orang-orang generasi santuy seperti saya dan mereka mungkin dapat membuat suatu perubahan?  

Di mana zaman sekarang mengkondisikan orang-orang semakin nyaman di rumah aja dan mager melakukan aktifitas,  semua kebutuhan manusia yang semakin kompleks kini bisa didapatkan dengan mudah (instan)  lewat sebuah telepon genggam dengan berbagai fitur aplikasi. 

Tentu jawabannya BISA,  alasannya: setiap manusia pasti ingin perubahan dalam dirinya masing-masing. Evaluasi diri baik secara disadari atau tidak disadari pasti terjadi. "Dengan menolong diri sendiri kita akan menolong orang lain yang lebih sempurna" begitu tutur RA Kartini. Bagaimana cara menolong diri sendiri, bagaimana cara berubah?  Simak penjelasan di bawah ini:

1. Identifikasi apa yang perlu kamu tingkatkan dan kamu kurangi dalam aktifitas keseharianmu. 

Hari ini sangat menentukan siapa kamu di masa mendatang. Buat apa menentukan banyak cita-cita jika hari ini kamu tidak mengusahakannya.  Identifikasi aktifitas mana yang mendukung cita-cita kamu dan yang menghambat atau tidak berguna. 

Misal: 

aku ingin menjadi penulis

(+) memperbanyak latian menulis dengan sehari satu judul karya 

(-) mengurangi waktu untuk main game

Aku ingin lolos tes CPNS 

(+) menambah latian soal CPNS  (1 hari 1 soal dan pembahasannya) 

(-) mengurangi scroll sosmed

Dst. 

Untuk konsistensi ini diperlukan jadwal harian.  Buatlah daftar ceklis harian. Warning biasanya daftar ini efisien dikerjakan selama beberapa hari setelah lupa dan malas datang daftar tidak bermanfaat. 

Solusinya: buatlah efek jera pada daftar yang mis tidak terceklis 

Seperti apa efek jeranya? Misal seperti ini saya suka bermain WA, konsekuensi setiap tidak terceklis satu kegiatan adalah tidak buka WA satu hari. 

Jadikan list sehari-hari sebagai kebiasaan dan tidak diperlukan list lagi.  Sesuaikan list setiap saat diperlukan diperbaharui. 

2. Fokus 1 atau beberapa tujuan yang spesifik 

Hindari cita-cita yang umum tanpa gambaran bagaimana step by step untuk meraihnya.  Fokus pada suatu tujuan yang spesifik. 

Misal: saya seorang penulis puisi saya ingin tulisan saya dimuat di media berhonor minimal media lokal.  Itu adalah contoh tujuan yang spesifik. Setelah itu masukan usahamu ke dalam daftar ceklis  harian seperti yang dijelaskan di point 1. 

Cita-cita tidak perlu muluk-muluk atau tinggi-tinggi dan jangka waktu entah kapan.  Tapi targetkan tahun ini bahkan bulan ini atau minggu ini apa yang ingin kamu raih.  Saking sederhana cita-cita misal seperti ini: ingin bangun pagi dan mandi pagi minimal jam 04:00 pagi.  Itu pun cita-cita. Dan rasakan sensasinya saat menceklis tujuan yang telah kamu capai.  Ada kepuasan dan kebahagiaan di dalam dirimu sendiri.

3. Kurangi Panikan tetap Jaga Kondisi Santuy

Panik menyebabkan seseorang setres dan biasanya orang tertekan akan menyebabkan apapun yang dikerjakan tidak dapat maksimal. Tetap santuy dan berjalan sesuai jadwal yang telah dilistkan. Percaya akan kemampuan diri sendiri semua pasti akan selesai pada deadlinenya.  Anggap deadline adalah daftar ceklis yang berisi tantangan.  Setiap kali ada tantangan dan memenangkannya kita harus mengapresiasi diri,  jangan melihat orang lain yang lebih dari kita sangat beruntung dan lebih berbakat.  Semua orang memiliki kapasitasnya masing-masing, juga proses dan skala prioritasnya. 

Panik hanya akan menambah kondisi jiwa stres penuh tekanan dan tuntutan dalam diri pribadi.  Ingat rumus fisika tekanan?  Di mana tekanan (P)  = (F) gaya/(A) luas permukaan

Jika Gaya Sama maka berlaku hukum berikut: 

"Semakin kecil luas permukaan, semakin besar tekanan yang dihasilkan. Sementara semakin besar luas permukaan, semakin kecil tekanan yang dihasilkan."

Hukum fisika ini juga dapat diterapkan dalam jiwa manusia.  

Dengan gaya = masalah yang dihadapi, masalah tidak bisa kita atur kapan datang dan seberapa besar dan kecilnya masalah.  Kita hanya bisa menerima dan menghadapinya. 

Jika kita tertekan,  maka perbesar luas permukaan,  maka tekanan yang ada akan mengecil. Apa arti dari memperbesar luas permukaan?  

# perbanyak bersyukur dan merasa beruntung

# tetap berpikir positif

# jangan mengurung diri

# perluas sosialisasi

# mencoba terbuka 

(emosi/masalah jangan dipendam sendiri)  coba bagi dengan seseorang yang kamu percayai dan menyayangi kita. Warning pada emosi yang dipendam sendiri karena akan menjadi bom waktu. 

Kemudian terbuka tidak harus kepada orang misal kita seorang yang tertutup. Kita dapat membagi masalah itu dengan karya atau tulisan dan lainnya.  Ekspresikan yang ada dalam hatimu jika itu membuatmu lebih tenang. 

Siap untuk menjadi dirimu yang berbeda setiap harinya? Mari kita mulai semua itu dari SEKARANG,  tidak ada waktu nanti-nanti lagi untuk berubah.  SEMANGAT!!!! 

Mulailah rencana terbesarmu dengan hal-hal kecil yang dimulai saat ini.  Jangan terlalu banyak memikirkan ingin merubah nasib banyak orang, jika belum dapat menolong diri sendiri.  Jadilah generasi santuy yang dapat membuat perubahan, dimulai dari diri sendiri,  kemudian meluncur manfaatnya ke masyarakat luas. 



Salam Santuy 

Intan Hafidah NH




Contact Us

Phone :

+20 010 2517 8918

Address :

3rd Avenue, Upper East Side,
San Francisco

Email :

email_support@youradress.com

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Cerpen Marewai.com Tukang Pijat Bukan Dokter-Intan Hafidah NH

  Tukang Pijat Bukan Dokter Oleh: Intan Hafidah NH Suara bising kereta sesekali mengusir kesunyian di salah satu malam yang paling panjang i...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Tinta Biru

Tinta Biru
Menulis Puisi di Bawah Menara Eiffel Paris !!

Labels

Trending Weekly

4/sgrid/recent

What's New

block/recent

Top Stories

megagrid/recent

Top Videos

megagrid/recent

Footer Copyright

Design by - Blogger Templates | Distributed by BloggerTemplate.org

Most Recent

4/sidebar/recent

Breaking Ticker

Featured Section