Pada Bibirmu, Aku berpulang
aku mencium aroma kopi
pada bibirmu yang merekah mawar
rasa manisnya begitu nikmat padahal masih kau ingat
pahitnya dunia menyiram jiwamu yang muram
pada hitam kopi kau habiskan nasib malang
seperti malam, tempat kau beristirah dan pulang
kopi memintamu bersulang
bersama kutukan-kutukan setan
namun belum kau habiskan ampas manis dari gula ilmu
yang kau sadap selama beberapa purnama lalu
aku menikmati manis yang kau bagi
tak seperti aromanis yang terlalu
hanya memberi manis sekejap lalu
pahit seperti pecahan empedu
sari pati dan aroma yang tertinggal kekal
setelah cangkir kopimu kosong
adalah cinta yang kau titipkan pada kopi
dan kau tinggalkan seluruhnya pada cerita hidupku
Banyumas, 17 Desember 2020
Tanpa Kata, Hati Bicara
hening dan riuh pikiranmu adalah racun
lambat laun mematikanku juga
bicaralah jika kau punya kata
mana mungkin penyair kehabisan kata
sementara di tanganmu kata beranak pinak
aku pernah memintamu menjadi ibu kata
dari anakanak kataku yang masih berduka
setelah kau rawat mereka kau hanya meminta lupa
pada setiap cerita yang terjadi di antara kita
hanya diam dan rahasia melumuri wajah kita
kau pandai memenjarakan
perasaanmu yang entah
kini kita hanya berharap pada cuaca
meminta tuhan menghentikan putaran musim
pada titik embun kata yang paling bening
agar kemarau panjang menahan hujan
hujan hanya membuka luka lama
lama-lama tak akan pernah lupa
beberapa kali kita terjebak bersama
tanpa kata dan hati yang saling berbicara
Banyumas, 17 Desember 2020
Begalan Masa Korona
telah disiapkan kuncupkuncup melati
beras kuning kunir, kendi, koin recehan
dibumbui doa dan harapan yang melimpah ruah
kaki, nini, penganten
membagi bahagia pada canda tawa
kendi terpecah, isinya mluntah
membawa banyak barokah
koin-koin recehan jadi rayahan
bocah-bocah berlomba
tawa mana yang paling lama
sedekah cinta dilarung di dalam hati mereka
ibu, ibu putrimu akan menjadi ibu
bapak, bapak, putramu akan dipanggil bapak
lantas akan lahir putra-putri baru dari rahim cinta
kasih sayang menempati siklus manusia paling purba
selamanya mereka saling menggenapi kenangan
Banyumas, 18 Desember 2020
Bahasa Kasih Sayang
Untuk adikku: Yulia Putri Nur Rizkia
Kepada perempuan yang hanya
mengerti bahasa kasih sayang
pikiranmu terbang melayang
menembus logika orangorang
Ada sungai yang mengalir di dalam dirimu
seiring usia begitu deras, airnya sangat jernih
tak pernah kau tumpahkan di tepian mata
hanya keluh yang terpendam semakin dalam
mencipta pusaran emosi yang maha dalam
Tangantanganmu tak mau didiamkan
syaraf memintamu untuk terus bergerak
tak beraturan seperti angin kau hilang arah
seramuk di satu arah mencipta taupan
yang tak terhalangkan
Kakikakimu meninggalkan jejak yang penuh
seluruh tempat di muka bumi ini adalah taman
tempatmu bermain dan bermanja dengan Tuhan
Suarasuaramu adalah teriakan yang tak pernah terartikan
bahasa kebingungan sematamata terlihat di matamu
sementara di dalam hati kecilmu, kau bertanya
Tuhan kenapa aku berbeda?
Banyumas, 17 desember 2020
Mijil
bu, ada palung paling dalam, di antara jurang
ada liang, tempatku dulu tak bisa berpaling
ditemani sepi, darah, air, bumi
aku belajar mengeja kegelapan
saat kau diam tanpa gerakan
aku melihat doa bergerak-gerak
kian hangat memelukku penuh harap
aku menerka kehidupan,
setiap detik dari detak disalurkan alur plasenta,
di sana kau mematangkan kesabaran dan keberanian
kemudian, datang satu perayaan
jamuan utamanya dari tubuhmu
yang tertanak sempurna; itu, aku
kendi ari-ari masih tergantung
kebal akan arkobat musim dan cuaca
melebur seluruh darah bersama tanah
tertanam di dalam kandungannya
Banyumas, 2020-2021
Rumah Puisi: kamianakpantai.com